Powered by Blogger.

Wednesday 17 April 2013

PENDIDIKAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT YANG LEBIH LUAS


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pendidikan di Sekolah
Pendidikan ke arah terbentuknya karakter bangsa para siswa merupakan tanggungjawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh semua guru. Dengan demikian, kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter bangsa hanya ditimpahkan pada guru mata pelajaran tertentu, semisal guru PKn atau guru pendidikan agama. Walaupun dapat dipahami bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan Pendidikan Karakter bangsa adalah para guru yang relevan dengan Pendidikan Karakter bangsa.
Tanpa terkecuali, semua guru harus menjadikan dirinya sebagai sosok teladan yang berwibawa bagi para siswanya. Sebab tidak akan memiliki makna apapun bila seorang guru PKN mengajarkan menyelesaikan suatu masalah yang bertentangan dengan cara demokrasi, sementara guru lain dengan cara otoriter. Atau seorang guru pendidikan agama dalam menjawab pertanyaan para siswanya dengan cara yang nalar yaitu dengan memberikan contoh perilaku para Nabi dan sahabat, sementara guru lain hanya mengatakan asal-asalan dalam menjawab.[1]
Sesungguhnya setiap guru yang mengajar haruslah sesuai dengan tujuan utuh pendidikan. Tujuan utuh pendidikan jauh lebih luas dari misi pengajaran yang dikemas dalam Kompetensi Dasar (KD). Rumusan tujuan yang berdasarkan pandangan behaviorisme dan menghafal saja sudah tidak dapat dipertahankan lagi Para guru harus dapat membuka diri dalam mengembangkan pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak semua kualitas manusia dapat dinyatakan terukur berdasarkan hafalan tertentu. Oleh karena itu, menurut (Hasan, 2000) pemaksaan suatu pengembangan tujuan didalam kompetensi dasar tidak dapat dipertahankan lagi bila hanya mengacu pada hafalan semata. [2]
Hasil belajar atau pengalaman belajar dari sebuah proses pembelajaran dapat berdampak langsung dan tidak langsung. Menurut (Joni, 1996) mengatakan Dampak langsung pengajaran dinamakan dampak instruksional (instrucional effects) sedangkan dampak tidak langsung dari keterlibatan para siswa dalam berbagai kegiatan belajar yang khas yang dirancang oleh guru yang disebut dampak pengiring (nurturant effects) Berikut ini penulis berikan sebuah contoh pembelajaran utuh yang disiapkan seorang guru melalui RPP yang berkarakter. [3]
Selain penilaian dilakukan terhadap semua kemampuan pada saat ujian berlangsung, boleh jadi seorang guru memperhitungkan tindak-tanduk siswanya di luar ujian. Seorang guru mungkin saja tidak akan meluluskan seorang siswa yang mengikuti ujian mata pelajaran tertentu karena perilaku siswa tersebut sehari-harinya adalah kurang sopan, selalu usil, dan suka berbuat keonaran meskipun dalam mengerjakan ujian siswa itu berhasil baik tanpa menyontek dan menuliskan jawaban ujian dengan tulisan yang jelas dan rapi. Oleh karena itu, akan tepat apabila pada setiap mata pelajaran dirumuskan tujuan pengajaran yang mencakupi kemampuan dalam semua ranah. Artinya, pada setiap rencana pembelajaran termuat kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor; dampak instruksional; dan dampak pengiring. Dengan demikian, seorang guru akan menilai kemampuan dalam semua ranah ujian suatu mata pelajaran secara absah, tanpa ragu, dan dapat dipertangungjawabkan.
Berdasarkan pada pemikiran-pemikiran dan prinsip-prinsip tersebut maka dapat dimengerti bahwa Pendidikan Karakter bangsa menghendaki keterpaduan dalam pembelajarannya dengan semua mata pelajaran. Pendidikan Karakter bangsa diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, dengan demikian akan menghindarkan adanya "mata pelajaran baru, alat kepentingan politik, dan pelajaran hafalan yang membosankan."[4]
B.  Bentuk-Bentuk Pembelajaran Terpadu Yang Berkarakter
Menurut Cohen dalam Degeng (1989), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core/center of interst).[5]
Lebih lanjut, model-model pembelajaran inovatif dan terpadu yang mungkin dapat diadaptasi, seperti yang ditulis oleh Trianto, 2009, dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik adalah sebagai berikut.
1.      Fragmentasi
Dalam model ini, suatu disiplin yang berbeda dan terpisah dikembangkan merupakan suatu kawasan dari suatu mata pelajaran
2.      Koneksi
Dalam model ini, dalam setiap topik ke topik, tema ke tema, atau konsep ke konsep isi mata pelajaran dihubungkan secara tegas
3.      Sarang
Dalam model ini, guru mentargetkan variasi keterampilan (sosial, berpikir, dan keterampilan khusus) dari setiap mata pelajaran.
4.      Rangkaian/Urutan
Dalam model ini, topik atau unit pembelajaran disusun dan diurutkan selaras dengan yang lain. Ide yang sama diberikan dalam kegiatan yang sama sambil mengingatkan konsep-konsep yang berbeda.
5.      Patungan
Dalam model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua disiplin yang konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem.
6.      Jala-jala
Dalam model ini, tema/topik yang bercabang ditautkan ke dalam kurikulum. Dengan menggunakan tema itu, pembelajaran mencari konsep/gagasan yang tepat.
7.      Untaian Simpul
Dalam model ini, pendekatan metakurikuler menjalin keterampilan berpikir, sosial, intelegensi, teknik, dan keterampilan belajar melalui variasi disiplin.
8.      Integrasi
Dalam model ini, pendekatan interdisipliner memasangkan antar mata pelajaran untuk saling mengisi dalam topik dan konsep dengan beberapa tim guru.
9.      Peleburan
Dalam model ini, suatu disiplin menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keahliannya, para pebelajar menjaring semua isi melalui keahlian dan meramu ke dalam pengalamannya.
10.  Jaringan
Dalam model ini, pebelajar menjaring semua pembelajaran melalui pandangan keahliannya dan membuat jaringan hubungan internal mengarah ke jaringan eksternal dari keahliannya yang berkaitan dengan lapangan.[6]

C.  Pendidikan di Masyarakat dalam Pembelajaran Terpadu

Pendidikan masyarakat dalam keterpaduan pembelajaran dengan semua mata pelajaran sasaran integrasinya adalah materi pelajaran, prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman belajar para siswa. Konsekuensi dari pembelajaran terpadu, maka modus belajar para siswa harus bervariasi sesuai dengan karakter masing-masing siswa Variasi belajar itu dapat berupa membaca bahan rujukan, melakukan pengamatan, melakukan percobaan, mewawancarai nara sumber, dan sebagainya dengan cara kelompok maupun individual. [7]
Terselenggaranya variasi modus belajar para siswa perlu ditunjang oleh variasi modus penyampaian pelajaran oleh para guru. Kebiasaan penyampaian pelajaran secara eksklusif dan pendekatan ekspositorik hendaknya dikembangkan kepada pendekatan yang lebih beragam seperti diskoveri dan inkuiri. Kegiatan penyampaian informasi, pemantapan konsep, pengungkapan pengalaman para siswa melalui monolog oleh guru perlu diganti dengan modus penyampaian yang ditandai oleh pelibatan aktif para siswa baik secara intelektual (bermakna) maupun secara emosional (dihayati kemanfaatannya) sehingga lebih responsif terhadap upaya mewujudkan tujuan utuh pendidikan. Dengan bekal varisai modus pembelajaran tersebut, maka skenario pembelajaran yang di dalamnya terkait Pendidikan Karakter bangsa seperti contoh berikut ini dapat dilaksanakan lebih bermakna.
Penempatan Pendidikan Karakter bangsa diintegrasikan dengan semua mata pelajaran tidak berarti tidak memiliki konsekuensi. Oleh karena itu, perlu ada komitmen untuk disepakati dan disikapi dengan saksama sebagai kosekuensi logisnya. Komitmen tersebut antara lain sebagai berikut. Pendidikan Karakter bangsa (sebagai bagian dari kurikulum) yang terintegrasikan dalam semua mata pelajaran, dalam proses pengembangannya haruslah mencakupi tiga dimensi yaitu kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai dokumen, dan kurikulum sebagai proses terhadap semua mata pelajaran yang dimuati Pendidikan Karakter bangsa. Lebih lanjut, mengurai bahwa pengembangan ide berkenaan dengan folisifi kurikulum, model kurikulum, pendekatan dan teori belajar, pendekatan atau model evaluasi.[8] Pengembangan dokumen berkaitan dengan keputusan tentang informasi dan jenis dokumen yang akan dihasilkan, bentuk/format Silabus, dan komponen kurikulum yang harus dikembangkan. Sementara itu, pengembangan proses berkenaan dengan pengembangan pada tataran empirik seperti RPP, proses belajar di kelas, dan evaluasi yang sesuai. Agar pengembangan proses ini merupakan kelanjutan dari pengembangan ide dan dokumen haruslah didahului oleh sebuah proses sosialisasi oleh orang-orang yang terlibat dalam kedua proses, atau paling tidak pada proses pengembangan kurikulum sebagai dokumen.[9]
Dalam pembelajaran terpadu agar pembelajaran efektif dan berjalan sesuai harapan ada persyaratan yang harus dimiliki yaitu
a.       Kejelian profesional para guru dalam mengantisipasi pemanfaatan berbagai kemungkinan arahan pengait yang harus dikerjakan para siswa untuk menggiring terwujudnya kaitan-kaitan koseptual intra atau antarmata bidang studi
b.      Penguasaan material terhadap bidang-bidang studi yang perlu dikaitkan. Berkaitan dengan Pendidikan Karakter bangsa sebagai pembelajaran yang terpadu dengan semua mata pelajaran arahan pengait yang dimaksudkan dapat berupa pertanyaan yang harus dijawab atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh para siswa yang mengarah kepada perkembangan Pendidikan Karakter bangsa dan pengembangan kualitas kemanusiaan.


[1] Waridjan. 1991. Tes Hasil Belajar Gaya Objektif. Semarang: IKIP Semarang Press.
[2] Hasan, S. Hamid. 2000. Pendekatan Multikultural untuk Penyempurnaan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya.
[3] Joni, T. Raka. 1996. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD.
[5] Degeng, S Nyoman,1989,Taksonomi Variabel , Jakarta, Depdikbud.
[6] Trianto, 2009, Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher.
[7] Mulyana, 2003, Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[8] Rachman, Maman. 2000. Reposisi, Reevaluasi, dan Redefinisi Pendidikan Nilai Bagi Generasi Muda Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun Ke-7
[9] Depdiknas, 2003, Undang-undang No. 20 tahun 2003, Sistem Pdndidikan Nasional, www.depdiknas.go.id

Thursday 28 March 2013

PERANAN MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

A. Pendahuluan
Negara kita tengah giatnya menjalankan pembangunan baik secara fisik maupun non fisik. Pembangunan berkiblat pada kesejahtetraan dan kemajuan bangsa dan negara. Walau demikian tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kenyataannya, banyak ditemukan hal-hal yang sangat kontras dengan tujuan mulia tersebut.
Dalam berbagai kesempatan para pemimpin bangsa kita selalu mendengungkan “pembangunan tanpa merusak”, artinya dalam pembangunan seyogyanya tidak hanya sekedar membuat, atau menciptakan segala sesuatu, berdasarkan keinginan namun harus lebih daripada itu yaitu berdasarkan kebutuhan. Oleh karena itu dalam pembangunan harus ada perencanaan yang matang, termasuk di dalamnya adalah dampaknya terhadap ekosistem yang ada di area pembangunan dan daerah sekitarnya, baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu panjang.
Salah satu contoh yang menjadi keprihatinan semua kalangan adalah maraknya pembangunan mall-mall, super market, perumahan-perumahan yang terjadi di kota-kota besar. Para insvestor berlomba-lomba membeli lahan-lahan pertanian ataupun hutan-hutan untuk membangun berbagai fasilitas yang dapat menambah “tebalnya” kantong para pemilik uang dengan dalih demi pembangunan. Tidak jarang praktek-praktek pembebasan tanah ini merupakan suatu “awal” dari penderitaan masyarakat miskin yang “nota bene” pemilik tanah yang sah.
Contoh di atas hanyalah salah satu ketimpangan yang pada hakekatnya akan mengganggu ekosistem lingkungan yang ada. Masyarakat yang tergusur, karena posisinya yang “kalah” akhirnya memilih untuk menempati bedeng-bedeng di bantaran sungai. Mereka tinggal berdesak-desakkan di dalam gubuk-gubuk liar hanya sekedar untuk mempertahankan hidup. Keberadaan gubuk-gubuk liar tersebut lambat laun mengganggu ekosistem sungai. Penduduk membuang sampah ke dalam sungai, limbah rumah tangga maupun limbah home industry memenuhi sungai, sehingga sungai yang semula bersih dan menjadi tempat tinggal ikan-ikan yang dapat dikonsumsi, berubah menjadi kotor berbau, karena tumpukan sampah yang menggunung dan banyak spesies ikan yang punah.
Hal di atas merupakan akibat yang menimpa masyarakat miskin, dan akibat yang muncul bagi para “the have” pun tak kalah dahsyatnya. Di atas bekas lahan pertanian penduduk, kini berdiri gedung-gedung bertingkat pencakar langit, kota tidak memiliki ruang resapan air, karena semua tanah di aspal dan dibeton. Akibatnya bahaya banjir menjadi momok yang mengganggu penghuninya sepanjang tahun bahkan sepanjang kehidupan mereka bila tetap bermukim di tempat tersebut.
Kenyataan yang ada menunjukkan suatu gejala yang kontradiksi dan memilukan. Membangun berarti mengadakan suatu perubahan yang terencana sehingga membuat lebih baik dari sebelumnya. Bila dalam kenyataan justru potret buram yang ada seperti contoh di atas maka yang dapat dilakukan adalah hendaknya “pembangunan ditinjau kembali”.
Efek global warning yang akhir-akhir ini melanda dunia, misalnya mencairnya es abadi di kutub utara, peningkatan suhu udara di berbagai belahan dunia, kebakaran hutan di berbagai negara, banjir yang melanda wilayah di berbagai negara, serta bencana lainnya, merupakan suatu peringatan bahwa kita harus membuka mata dan menghentikan eksploitasi lingkungan serta sumber daya alam yang berlebihan.
B. PENTINGNYA KESADARAN AKAN RELASI FUNGSIONAL ANTARA MANUSIA DENGAN ALAM
Suatu ekosistem yang ada dalam habitat tertentu, memiliki hubungan yang sangat erat antara satu dengan yang lainnya. Disitulah terjadi siklus hidup dan rantai makanan. Kita semua tahu bahwa antara mahkluk hidup dan zat pengurai pun memiliki sifat ketergantungan antara satu dengan lainnya. Dan siklus ini tidak dapat diputus karena bila hal tersebut terjadi maka akan mengubah sistem yang ada dalam ekosistem tersebut. Contoh yang nyata adalah bila sampah-sampah yang mengandung zat kimia dibuang ke dalam sungai maka akan mematikan zat-zat pengurai dalam sungai. Hal ini menyebabkan proses penguraian tidak terjadi dan akibat lanjutnya adalah sampah semakin hari semakin menumpuk dan menimbulkan penyakit dan banjir.
Contoh di atas menunjukkan bahwa dalam kehidupan, manusia membutuhkan suatu tata lingkungan hidup yang stabil dan mapan. Dalam asas ekologi, terdapat beberapa hal yang perlu diketahui :
1. Asas saling tergantung (principle of independence), pada asas ini menunjukkan bahwa antara manusia dengan lingukungan (flora dan fauna) memiliki ketergantungan antara satu dengan lainnya.
2. Asas perubahan (principle of change), bahwa di dunia ini tidak ada yang tetap. Artinya selalu terjadi perubahan dalam kehidupan di dunia ini. Dan manusia dalam kehidupannya selalu beradaptasi dengan lingkungan hidupnya.
3. Asas evolusi (principle of evolution) bahwa manusia akan selalu mengalami evolusi (perubahan secara lambat dan pasti).
Ketiga asas di atas memberikan input bagi kita untuk secara bijaksana mengelola lingkungan alam. Upapa pembangunan yang dilaksanakan hendaknya selalu memperhatikan kelestarian sumber daya alam yang ada.
Indonesia mendapat gelar sebagai salah satu negara “paru-paru dunia”. Hal tersebut terjadi karena kekayaan alam yang berlimpah, hutan yang maha luas, walau semakin hari semakin tinggal kenangan. Semasa di bangku Sekolah Dasar, penulis terkagum-kagum ketika mendengarkan cerita Pak Guru tentang betapa luasnya hutan rimba Kalimantan. Pohon-pohonnya tinggi menjulang dengan diameter yang sungguh luar biasa lebarnya. Cerita ini tetap tersimpan dalam hati hingga dewasa. Cerita masa kecil yang begitu menawan, ternyata hanya menjadi sebuah dongeng yang indah.
Ketika penulis memiliki kesempatan untuk mengunjungi pulau Borneo, kenyataan sangat bertentangan dengan khayalan masa kecil tersebut. Waktu menunjukkan pukul 05.00 Wita, KM Sirimau memasuki Pelabuhan Batu Licin, Kalimantan, penulis hanya terkesima memandang tonggak-tonggak kayu yang berdiri membisu di tepi pantai bak patung-patung yang belum selesai dibangun pemahatnya. Pertemuan antara laut dan sungai pun terlihat begitu kontras, laut yang begitu jernih keperakan ditimpa fajar, membentuk garis berbuih dengan tepi berwarna coklat berasal dari air sungai yang berlumpur. Sungguh mengenaskan, pemandangan yang terpatri di depan mata.
Ternyata hutan yang rimbun dan luas tersebut telah habis termakan tangan-tangan serakah. Dalih pembangunan telah memakan korban, pohon-pohon yang ditebang menjadi sumber duit bagi mereka yang memiliki “kekuasaan dan uang”, tapi sumber petaka bagi masyarakat sekitar yang hanya bertindak sebagai penonton tidak berdaya. Masyarakat menikmati bahaya banjir dan akibat buruk lainnya, sementara “sang pemilik uang” tersenyum lebar menikmati hasil jarahannya. Sungguh ironis.
Bila setiap manusia memiliki pengertian yang bijak tentang ketiga asas di atas maka kisah pilu di pulau Borneo tersebut tidak akan pernah terjadi. Sumber daya alam perlu dipertahankan kelestariannya demi terciptanya stabilitas lingkungan dan alam. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga adanya keseimbangan kehidupan bagi generasi-generasi selanjutnya.
C. PERANAN MASYARAKAT
Pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pembalakan liar, dan pembatasan penggunaan sumber daya alam. Semuanya berkiblat pada pelestarian lingkungan dan pencegahan bahaya yang ditimbulkan dari perbuatan yang mengganggu ekosistem lingkungan dan keseimbangan alam.
Dalam pelaksanaannya, pemerintah bekerjasama dengan instansi-instansi terkait dan semua stakeholder yang peduli dengan masalah lingkungan. Upaya-upaya pembersihan sungai, pantai, penanaman kembali pohon-pohon di tepi pantai, gerakan menanam seribu pohon, usaha mendaur ulang sampah, pencegahan pembalakan liar, dan upaya lainnya dilakukan secara berkesinambungan.
Walau demikian, peranan masyarakat sangat menunjang semua upaya pemerintah tersebut. Masyarakat yang bersentuhan secara langsung dengan lingkungan memiliki peran yang besar dalam pelestarian alam. Untuk itu maka masyarakat pun perlu mendapat pengetahuan dan pemahaman yang sama tentang pentingnya menjaga kelestarian alam.
Beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan oleh dinas terkait bagi masyarakat agar lebih dapat berperan dalam pelestarian lingkungan, antara lain :
1. Mengadakan penyuluhan tentang pentingnya menjaga lingkungan dan pelestarian alam di tingkat kecamatan hingga RT.
2. Memberikan pelatihan tentang cara-cara mendaur ulang sampah bagi masyarakat.
3. Memberikan pelatihan-pelatihan tentang mendaur ulang barang bekas menjadi barang-barang kreatif dan berguna, untuk mengurangi sampah sekaligus menambah penghasilan masyarakat.
4. Memberikan pinjaman lunak bagi Usaha Kecil dan Menengah dalam rangka memotivasi masyarakat untuk mengembangkan usaha secara lebih berkembang dan mandiri. Hal ini dapat mengurangi angka pengangguran, dan menanggulangi terjadinya tindakan kriminalitas akibat dari kurangnya lapangan pekerjaan dan ketrampilan.
5. Memberikan reward (hadiah) atau perhatian khusus dengan memberikan tunjangan secara finansial bagi masyarakat yang berkecimpung di bidang pelestarian lingkungan sehingga mereka semakin termotivasi dalam usaha yang telah dijalankannya.
6. Memberikan punishment (hukuman) yang sesuai berdasarkan peraturan perundang-undangan bagi masyarakat yang berupaya merusak lingkungan.
Beberapa langkah tersebut di atas, hanyalah beberapa alternatif yang dapat digunakan dalam upaya pelestarian lingkungan yang berkesinambungan. Semua upaya tersebut, membutuhkan komitmen yang serius oleh semua pihak demi terciptanya keseimbangan lingkungan dan terpeliharanya ekosistem yang stabil.
Dan pada akhirnya dapat menanggulangi dampak buruk yang dapat terjadi sehingga terciptalah kehidupan yang damai, aman, dan sejahtera akibat dari suatu harmoni yang selaras antara manusia dan lingkungan hidupnya.

Sumber: http://kbbentara.blogspot.com/2011/01/peranan-masyarakat-dalam-pelestarian.html
 

Followers