BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan di Sekolah
Pendidikan ke arah terbentuknya karakter bangsa
para siswa merupakan tanggungjawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya
pun harus oleh semua guru. Dengan demikian, kurang tepat jika dikatakan bahwa
mendidik para siswa agar memiliki karakter bangsa hanya ditimpahkan pada guru
mata pelajaran tertentu, semisal guru PKn atau guru pendidikan
agama. Walaupun dapat dipahami bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan
Pendidikan Karakter bangsa adalah para guru yang relevan dengan Pendidikan
Karakter bangsa.
Tanpa terkecuali, semua guru harus menjadikan dirinya sebagai
sosok teladan yang berwibawa bagi para siswanya. Sebab tidak akan memiliki
makna apapun bila seorang guru PKN mengajarkan menyelesaikan suatu masalah yang
bertentangan dengan cara demokrasi, sementara guru lain dengan cara otoriter.
Atau seorang guru pendidikan agama
dalam menjawab pertanyaan para siswanya dengan cara yang nalar yaitu dengan
memberikan contoh perilaku para Nabi dan sahabat, sementara guru lain hanya
mengatakan asal-asalan dalam menjawab.[1]
Sesungguhnya setiap guru yang mengajar haruslah sesuai dengan
tujuan utuh pendidikan. Tujuan utuh pendidikan jauh lebih luas dari misi
pengajaran yang dikemas dalam Kompetensi Dasar (KD). Rumusan tujuan yang
berdasarkan pandangan behaviorisme dan menghafal saja sudah tidak dapat
dipertahankan lagi Para guru harus dapat membuka diri dalam mengembangkan
pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak semua kualitas manusia dapat dinyatakan
terukur berdasarkan hafalan tertentu. Oleh karena itu, menurut (Hasan, 2000)
pemaksaan suatu pengembangan tujuan didalam kompetensi dasar tidak dapat
dipertahankan lagi bila hanya mengacu pada hafalan semata. [2]
Hasil belajar atau pengalaman belajar dari sebuah proses
pembelajaran dapat berdampak langsung dan tidak langsung. Menurut (Joni, 1996)
mengatakan Dampak langsung pengajaran dinamakan dampak instruksional
(instrucional effects) sedangkan dampak tidak langsung dari keterlibatan para
siswa dalam berbagai kegiatan belajar yang khas yang dirancang oleh guru yang
disebut dampak pengiring (nurturant effects) Berikut ini penulis berikan sebuah
contoh pembelajaran utuh yang disiapkan seorang guru melalui RPP yang
berkarakter. [3]
Selain penilaian dilakukan terhadap semua kemampuan pada saat
ujian berlangsung, boleh jadi seorang guru memperhitungkan tindak-tanduk
siswanya di luar ujian. Seorang guru mungkin saja tidak akan meluluskan seorang
siswa yang mengikuti ujian mata pelajaran tertentu karena perilaku siswa
tersebut sehari-harinya adalah kurang sopan, selalu usil, dan suka berbuat
keonaran meskipun dalam mengerjakan ujian siswa itu berhasil baik tanpa
menyontek dan menuliskan jawaban ujian dengan tulisan yang jelas dan rapi. Oleh
karena itu, akan tepat apabila pada setiap mata pelajaran dirumuskan tujuan
pengajaran yang mencakupi kemampuan dalam semua ranah. Artinya, pada setiap
rencana pembelajaran termuat kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor; dampak
instruksional; dan dampak pengiring. Dengan demikian, seorang guru akan menilai
kemampuan dalam semua ranah ujian suatu mata pelajaran secara absah, tanpa
ragu, dan dapat dipertangungjawabkan.
Berdasarkan pada pemikiran-pemikiran dan prinsip-prinsip tersebut
maka dapat dimengerti bahwa Pendidikan Karakter bangsa menghendaki keterpaduan
dalam pembelajarannya dengan semua mata pelajaran. Pendidikan Karakter bangsa
diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, dengan demikian akan
menghindarkan adanya "mata pelajaran baru, alat kepentingan politik, dan
pelajaran hafalan yang membosankan."[4]
B. Bentuk-Bentuk
Pembelajaran Terpadu Yang Berkarakter
Menurut Cohen dalam Degeng (1989), terdapat tiga kemungkinan
variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan
dalam suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu
(integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai
materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu
keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah
ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan
siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan
berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran
terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih
terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu
sebagai titik pusatnya (center core/center of interst).[5]
Lebih lanjut, model-model pembelajaran inovatif dan terpadu yang
mungkin dapat diadaptasi, seperti yang ditulis oleh Trianto, 2009, dalam
bukunya yang berjudul Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik
adalah sebagai berikut.
1. Fragmentasi
Dalam model ini, suatu disiplin yang berbeda dan terpisah
dikembangkan merupakan suatu kawasan dari suatu mata pelajaran
2. Koneksi
Dalam model ini, dalam setiap topik ke topik, tema ke tema, atau
konsep ke konsep isi mata pelajaran dihubungkan secara tegas
3. Sarang
Dalam model ini, guru mentargetkan variasi keterampilan (sosial,
berpikir, dan keterampilan khusus) dari setiap mata pelajaran.
4. Rangkaian/Urutan
Dalam model ini, topik atau unit pembelajaran disusun dan
diurutkan selaras dengan yang lain. Ide yang sama diberikan dalam kegiatan yang
sama sambil mengingatkan konsep-konsep yang berbeda.
5. Patungan
Dalam model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua
disiplin yang konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem.
6. Jala-jala
Dalam model ini, tema/topik yang bercabang ditautkan ke dalam kurikulum. Dengan menggunakan tema itu, pembelajaran mencari konsep/gagasan
yang tepat.
7. Untaian Simpul
Dalam model ini, pendekatan metakurikuler menjalin keterampilan
berpikir, sosial, intelegensi, teknik, dan keterampilan belajar melalui variasi
disiplin.
8. Integrasi
Dalam model ini, pendekatan interdisipliner memasangkan antar mata
pelajaran untuk saling mengisi dalam topik dan konsep dengan beberapa tim guru.
9. Peleburan
Dalam model ini, suatu disiplin menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari keahliannya, para pebelajar menjaring semua isi melalui
keahlian dan meramu ke dalam pengalamannya.
10. Jaringan
Dalam model ini, pebelajar menjaring semua pembelajaran melalui
pandangan keahliannya dan membuat jaringan hubungan internal mengarah ke
jaringan eksternal dari keahliannya yang berkaitan dengan lapangan.[6]
C.
Pendidikan di Masyarakat dalam Pembelajaran Terpadu
Pendidikan masyarakat
dalam keterpaduan pembelajaran dengan semua mata pelajaran sasaran integrasinya
adalah materi pelajaran, prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman
belajar para siswa. Konsekuensi dari pembelajaran terpadu, maka modus belajar
para siswa harus bervariasi sesuai dengan karakter masing-masing siswa Variasi
belajar itu dapat berupa membaca bahan rujukan, melakukan pengamatan, melakukan
percobaan, mewawancarai nara sumber, dan sebagainya dengan cara kelompok maupun
individual. [7]
Terselenggaranya
variasi modus belajar para siswa perlu ditunjang oleh variasi modus penyampaian
pelajaran oleh para guru. Kebiasaan penyampaian pelajaran secara eksklusif dan
pendekatan ekspositorik hendaknya dikembangkan kepada pendekatan yang lebih
beragam seperti diskoveri dan inkuiri. Kegiatan penyampaian informasi,
pemantapan konsep, pengungkapan pengalaman para siswa melalui monolog oleh guru
perlu diganti dengan modus penyampaian yang ditandai oleh pelibatan aktif para
siswa baik secara intelektual (bermakna) maupun secara emosional (dihayati
kemanfaatannya) sehingga lebih responsif terhadap upaya mewujudkan tujuan utuh
pendidikan. Dengan bekal varisai modus pembelajaran tersebut, maka skenario
pembelajaran yang di dalamnya terkait Pendidikan Karakter bangsa seperti contoh
berikut ini dapat dilaksanakan lebih bermakna.
Penempatan Pendidikan
Karakter bangsa diintegrasikan dengan semua mata pelajaran tidak berarti tidak
memiliki konsekuensi. Oleh karena itu, perlu ada komitmen untuk disepakati dan
disikapi dengan saksama sebagai kosekuensi logisnya. Komitmen tersebut antara
lain sebagai berikut. Pendidikan Karakter bangsa (sebagai bagian dari
kurikulum) yang terintegrasikan dalam semua mata pelajaran, dalam proses
pengembangannya haruslah mencakupi tiga dimensi yaitu kurikulum sebagai ide,
kurikulum sebagai dokumen, dan kurikulum sebagai proses terhadap semua mata
pelajaran yang dimuati Pendidikan Karakter bangsa. Lebih lanjut, mengurai bahwa
pengembangan ide berkenaan dengan folisifi kurikulum, model kurikulum, pendekatan dan teori belajar, pendekatan atau
model evaluasi.[8]
Pengembangan dokumen berkaitan dengan keputusan tentang informasi dan jenis
dokumen yang akan dihasilkan, bentuk/format Silabus, dan komponen kurikulum yang harus dikembangkan. Sementara itu,
pengembangan proses berkenaan dengan pengembangan pada tataran empirik seperti
RPP, proses belajar di kelas, dan evaluasi yang sesuai. Agar pengembangan
proses ini merupakan kelanjutan dari pengembangan ide dan dokumen haruslah
didahului oleh sebuah proses sosialisasi oleh orang-orang yang terlibat dalam
kedua proses, atau paling tidak pada proses pengembangan kurikulum sebagai
dokumen.[9]
Dalam pembelajaran
terpadu agar pembelajaran efektif dan berjalan sesuai harapan ada persyaratan
yang harus dimiliki yaitu
a.
Kejelian profesional para
guru dalam mengantisipasi pemanfaatan berbagai kemungkinan arahan pengait yang
harus dikerjakan para siswa untuk menggiring terwujudnya kaitan-kaitan
koseptual intra atau antarmata bidang studi
b.
Penguasaan material terhadap
bidang-bidang studi yang perlu dikaitkan. Berkaitan dengan Pendidikan Karakter
bangsa sebagai pembelajaran yang terpadu dengan semua mata pelajaran arahan
pengait yang dimaksudkan dapat berupa pertanyaan yang harus dijawab atau
tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh para siswa yang mengarah kepada
perkembangan Pendidikan Karakter bangsa dan pengembangan kualitas kemanusiaan.
[1]
Waridjan. 1991.
Tes Hasil Belajar Gaya Objektif. Semarang: IKIP Semarang Press.
[2] Hasan, S. Hamid. 2000. Pendekatan
Multikultural untuk Penyempurnaan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya.
[3] Joni, T. Raka. 1996. Pembelajaran
Terpadu. Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD.
[5]
Degeng, S
Nyoman,1989,Taksonomi Variabel , Jakarta, Depdikbud.
[6]
Trianto, 2009, Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta, Prestasi Pustaka
Publisher.
[7]
Mulyana, 2003, Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[8] Rachman, Maman. 2000. Reposisi,
Reevaluasi, dan Redefinisi Pendidikan Nilai Bagi Generasi Muda Bangsa. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun Ke-7
[9] Depdiknas, 2003, Undang-undang No. 20
tahun 2003, Sistem Pdndidikan Nasional, www.depdiknas.go.id